ANEH
Agustus 21, 2008
Inikah keanehan itu…
Suara yang terdengar lewat kebisuan
Gambar yang terlihat lewat kebutaan
Tubuh yang mengembara tanpa berjalan
Jiwa yang tertawan dalam raga
Gelisah meradang dalam samar
Menghadirkan sosok tak dikenal
Sepanjang musim mencari jawab
Lalu…
Kenapa ada yang bilang kalau hidup itu aneh?
Kenapa manusia itu aneh?
Kenapa keanehan itu dipertanyakan?
Lalu adakah gaib itu sebuah keanehan?
Dimanakah letak keanehan itu?
Pada kehidupan atau kematian…
Angkot Pink, 13 Agustus 2008
RADANG RASA
Agustus 21, 2008
Jiwa dan raga terkepung
Pertanyaan lusuh menyamar dalam diri
Seolah tak mengenal bayang diri
Suasana mencekam menggerogoti
Bagai penyakit yang meradang
Luka semakin parah dalam tawa para sufi
Adakah seorang sufi mengenal dirinya…?
Sementara makamnya telah mengisyaratkan…
Padang, 14 Agustus 2008
sastra populer
Juli 16, 2008
Sastra populer
Oleh: Rara Handayani
PENDAHULUAN
Analisis wacana maupun analisis isi (kualitas) sebuah karya yang muncul di media-media massa, muncul dengan berbagai pola pandang. Analisis ini merujuk pada usaha pencarian makna dalam tanda-tanda dan simbol yang terkandung di dalam suatu produk kebudayaan semisal karya sastra. Analisis tersebut akan melahirkan persepsi terhadap sebuah karya yang didalamnya terkandung berbagai nilai yang menarik bagi penikmat sastra.
Pendekatan macam ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya makna, nilai, simbol dan ideologi dalam artefak kebudayaan melalui pengamatan terhadap instrumen formal dalam teks sastra, misalnya, gaya bahasa, struktur naratif, sudut pandang, dan lain-lain. Akan tetapi ada juga konsumen sastra yang menyukai sebuah sastra karena nilai fantastis atau daya tarik karya tersebut. Nilai ini biasanya tergantung pada selera masing-masing.
analisis teks sastra kebanyakan menghubungkan tema karya sastra dengan wacana-wacana sebagai konteks yang ada dalam kehidupan dan juga estetika yang didasarkan pada kesenangan-kesenangan pembaca ketika mereka berhadapan dengan teks. Sehingga pembaca tertarik dengan karya tersebut.
Dalam kasus karya sastra, studi resepsi memungkinkan kita untuk dapat mengetahui bagaimana sebuah teks sastra diberi makna oleh pembacanya. Sastra, selama ini masuk dalam wilayah seni tinggi, yang sering dihadapkan secara berkebalikan dengan novel-novel populer. Dalam kebanyakan studi kebudayaan, keterkaitan antara teks dalam novel pop dengan pembaca memang menjadi tema yang menarik, mengingat novel-novel pop tersebut selama ini lekat dengan stigma hiburan, ringan dan memanipulasi emosi pembaca. Novel pop, sama halnya dengan film-film drama yang romantis. Dianggap menjadi salah satu hal yang membentuk impian perempuan terhadap kisah cinta yang romantis dan dramatis.
Dalam studi resepsi terhadap karya-karya sastra (kanon), tampaknya semangat “perlawanan” dan negosiasi ini atas makna-makna kultural tidak muncul sebagai sesuatu yang ditonjolkan betul. Karena dianggap hasil kebudayaan yang lebih bermutu dan serius, sastra jenis ini dinilai lebih bisa mewakili realitas kehidupan masyarakat sekaligus menjadi refleksi sosial.
nilai-nilai dominan yang direpresentasikan produsen, seperti pada studi atas budaya (termasuk di dalamnya sastra) pop, melainkan, menurut hemat saya, adalah bagaimana para pembaca memaknai peristiwa-peristiwa dan gagasan-gagasan yang dihadirkan dalam sebuah karya sastra, dan apakah pada akhirnya terbuka ruang-ruang dialog antar para pembaca itu sendiri. Sehingga kritisme pembaca terhadap realitas sosial bisa mendapatkan ruang yang cukup memadai? Sehingga konsumen pengunyah sastra menyukai sastra tersebut.
Perkembangan industrialisasi (produksi, komunikasi dan konsumsi massa) berperan besar dalam memberikan ruang bagi tumbuhnya `sastra massa’ atau `sastra populer’, yaitu bentuk-bentuk sastra yang mempunyai akar pada kebutuhan, cara berpikir, pengetahuan, problematika dan selera orang-orang kebanyakan (people). Sastra macam ini menjadi bagian dari `industri budaya’ (culture industry), yang diproduksi untuk massa yang luas melalui pola-pola industrial. Ada semacam proses `kapitalisasi’, di mana sastra—dengan sengaja atau tak disengaja—menjadi tempat untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, di dalam sebuah `komodifikasi budaya’ (commodification of culture).
Konstruksi sastra sebagai bagian `industri budaya’, telah mengkhawatirkan kalangan kritikus sastra akan terciptanya sastra yang berbasis pada logika industri. Tentu saja, karya sastra—atau produk-produk kebudayaan lainnya—tidak dapat disamakan dengan barang-barang industri. Akan tetapi, logika industri itu setidak-tidaknya ikut mempengaruhi perkembangan strategi, bentuk, gaya, dan kandungan isi karya-karya sastra. Tekanan agar karya sastra dapat diterima, diapresiasi, dipahami dan dikonsumsi oleh massa yang luas agar memaksimalkan keuntungan ekonomi, telah mendorong ke arah bentuk-bentuk sastra yang disesuaikan dengan selera massa itu sendiri.
ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI
Laskar Pelangi adalah novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005. Novel ini bercerita tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan keterbatasan. Mereka adalah:
- Ikal
- Lintang; Lintang Samudra Basara bin Syahbani Maulana Basara
- Sahara; N.A. Sahara Aulia Fadillah binti K.A. Muslim Ramdhani Fadillah
- Mahar; Mahar Ahlan bin Jumadi ahlan bin Zubair bin Awam
- A Kiong;Muhammad Jundullah Gufron Nur Zaman
- Syahdan; Syahdan Noor Aziz bin Syahari Noor Aziz
- Kucai; Mukharam Kucai Khairani
- Borek aka Samson
- Trapani; Trapani Ihsan Jamari bin Zainuddin Ilham Jamari
- Harun; Harun Ardhli Ramadhan bin Syamsul Hazana Ramadhan
Mereka bersekolah dan belajar pada kelas yang sama dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SMP, dan menyebut diri mereka sebagai Laskar Pelangi. Pada bagian-bagian akhir cerita, anggota Laskar Pelangi bertambah satu anak perempuan yang bernama Flo, seorang murid pindahan. Keterbatasan yang ada bukan membuat mereka putus asa, tetapi malah membuat mereka terpacu untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik.
Laskar Pelangi adalah karya pertama dari Andrea Hirata. Buku ini segera menjadi Best Seller yang kini kita ketahui sebagai buku sastra Indonesia terlaris sepanjang sejarah.
Cerita terjadi di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitong Timur. Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau tidak mencapai siswa baru sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah kecil itu.
Mulai dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa di mana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Mus. Kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah!
Mereka, Laskar Pelangi – nama yang diberikan Bu Muslimah akan kesenangan mereka terhadap pelangi – pun sempat mengharumkan nama sekolah dengan berbagai cara. Misalnya pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokkan kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17 Agustus, dan kejeniusan luar biasa Lintang yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan terkenal, dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar Pelangi mengarungi hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah sepuluh kawanan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke kampungnya. Kisah indah ini diringkas dengan kocak dan mengharukan oleh Andrea Hirata, kita bahkan bisa merasakan semangat masa kecil anggota sepuluh Laskar Pelangi ini!
Suatu hal yang menarik dalam novel ini adalah Dalam novel yang berjudul Laskar Pelangi ini penulis mengisahkan sebuah cerita tentang arti persahabatan, tidak hanya persahabatan saja yang diceritakan oleh penulis, tetapi juga berbagai pengalaman dan imajinasi yang menarik serta berbagai pengorbanan dan semangat seseorang yang selalu dihadang kesulitan untuk mencapai cita-citanya. Dan masih banyak lagi hal lain yang dialami sang tokoh. Dalam konteks ini kemiskinan merupakan masalah utamanya. Pada umumnya anak-anak yang tinggal di Belitong yang bersekolah di Muhammadiyah adalah anak-anak melayu yang miskin, namun walaupun demikian semangat dan kemauan mereka untuk bersekolah sangat tinggi. Mereka sangat bersyukur karena masih bisa diterima di sekolah Muhammadiyah, salah satu sekolah yang ada di pulau itu.
Rekaman sastra seperti noverl memberikan berbagai macam gambaran kehidupan masing-masing tokoh. Gambaran kehidupan berbeda-beda walaupun sebuah novel itu dikarang oleh pengarang yang sama. Hal itu tergantung pada alur cerita yang dibuat, karena dari alur cerita kita bisa mengambil kesimpulan yang akhirnya bisa menimbulkan berbagai persepsi dari pembaca.
Novel ini dimulai dengan menceritakan sekolah kampong yang paling miskin di Belitong. Sekolah tersebut merupakan sebuah sekolah yang sangat berarti bagi 11 anggota kelompok Laskar Pelangi dalam novel ini. Sekolah yang sederhana dan serba kekurangan ini memberikan kekuatan bagi kelompok Laskar Pelangi. Para guru di sekolah ini membawa kesan yang mendalam yang secara lansung tidak bisa dilupakan oleh kelompok siswa ini. Guru-guru yang mengajar mereka seperti Bu Mus dan Pak Harfan Efendi membuat mereka akan selalu mengingat jasa beliau, dengan pengorbanan dan semangat yang menggebu-gebu diberikan membuat mereka merasa lebih berani dan tertantang melakukan sesuatu hal yang baru. Sekolah dan jasa guru di sekolah ini membawa kenangan mais bagi mereka, yang pada akhirnya membawa AKU pernah menginjakkan kaki di Almamater Sarbone, sampai berjaya.
PENUTUP
Perkembangan bentuk-bentuk sastra yang berbasis selera massa, produksi massa dan konsumsi massa telah menimbulkan berbagai kontradiksi menyangkut standar ukuran, metode penilaian (judgement), penerimaan (reception) dan otoritas dalam pengelolaan, penilaian dan penyaringan karya sastra. Muncul berbagai kontradiksi antara bakuan-bakuan penilaian sastra sebagaimana dikembangkan oleh
lembaga-lembaga yang selama ini dianggap mempunyai otoritas penilaian (perguruan tinggi, dewan kesenian) dan model konsumsi, pembacaan (reading) dan pemaknaan yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Muncul kontradiksi untuk mengatakan mana sastra yangN ‘baik’ dan yang ‘buruk’ atau ‘populer’ tidak ‘popeler’.
Istilah budaya massa juga sering disamakan dengan istilah `budaya populer’ (popular culture), disebabkan kata `populer’ juga menunjuk pada pengertian `rakyat kebanyakan’ dan standard estetik rendah. Misalnya, novel populer atau majalah populer, yang dianggap bermutu rendah, untuk membedakannya dengan novel atau majalah bermutu tinggi dan dalam. Budaya populer menunjuk pada budaya dengan standard rata-rata dan selera orang biasa (ordinary people) yang diproduksi
secara massal, untuk membedakannya dengan budaya elit atau kelas atas, yang diproduksi secara khusus. Dalam hal ini, kata `populer’ biasanya dikaitkan dengan kelompok mayoritas yang dikendalikan oleh kelompok elit tertentu di dalam sebuah pola industri budaya.
Sastra dan budaya populer dibangun setidak-tidaknya oleh tiga prinsip. Pertama, imajinasi populer (popular imagination), yaitu imajinasi dan fantasi-fantasi bersifat murahan, picisan, banal, vulgar tentang cinta, nasib, gaya hidup, sebagai cara menarik perhatian `massa populer’. Kedua, komunikasi populer (popular discourse), yaitu berbagai bentuk komunikasi bersifat dangkal, permukaan, menghibur ketimbang mencerahkan dan memberi wawasan pengetahuan. Ketiga symbol populer (popular symbol), yaitu simbol-simbol tentang kecantikan, kegagahan, kesuksesan, kebahagiaan bahkan kesalehan, yang ditampilkan pada tingkat permukaan.
Pertengkaran Anak Kandung Budaya
Juli 16, 2008
Pertengkaran Anak Kandung Budaya
Oleh : Rara Handayani
Kebudayaan merupakan manifestasi yang lahir dari budi serta aktualisasi dari kebebasan manusia menjadikan misi tuhan sebagai budaya. Demi pembentukan budaya kita membutuhkan berbagai mediator misal sebentuk ucapan, tulisan, gerak tubuh, dan pengungkapan lainnya. Pangungkapan bahasa sesuai dengan jalur kehidupan sosial bisa melahirkan budaya. Jika pengungkapan budaya tidak sesuai dengan tatanan kehidupan di daerah tersebut sudah tentu terjadi bentrok budaya dengan budaya Ibu melahirkan sebelumya.
Bentrokan manusia sebagai anak budaya dengan budaya Ibu yang membimbing adalah hal yang tak langka lagi terjadi. Seperti yang pernah terjadi pada mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga. Mereka melihat kenyataan lingkungan di IAIN yang tidak sesuai dengan bahasa budaya IAIN yang diajarkan. Kemudian mereka mengatakan “ Anjinghuakbar” dan mengatakan “Selamat Datang Di Kampus Anti-Tuhan. Ungkapan mereka itu lahir sebentuk kekesalan dan frustasi terhadap kampusnya. Dan ungkapan itu lahir dikarena budaya yang ada. Sehingga mereka telah menjadi anak dari budaya itu sendiri. Lalu siapakah dalam hal ini yang pantas di salahkan ? Apakah mereka-mereka yang melahirkan budaya buruk IAIN atau anak yang memplesetkan “Anjinghuakbar”…Atau budaya yang menjadi ibu dan guru (Alam Takambang Jadi Guru). Dan tentu kita menyesalkan kenapa hal itu mesti terjadi ?
Lalu di mana kehadiran tuhan yang menjelma sebagai sabda yang mengatur hidup kita ? Meminjam ungkapan Komaruddin Hidayat, bahasa bukan sebagai media informasi melainkan sebuah realitas ontologis y ang bereksistensi dan tumbuh dalam panggung sejarah. Penilaian Komaruddin yang bermaksud mengungkap bahasa sebagai penyebab timbulnya budaya adalah benar. Tapi, bukankah Allah menyuruh kita untuk menggunakan akal untuk berfikir kenapa kita harus masuk kedalam realitas yang tidak kita sukai ? Dan di sinilah letak kelemahan manusia. Di sinilah kita sebagai manusia yang di beri akal diuji…!
Seperti yang diungkap Ahmad DZ dalam Puisinya:
Kita adalah
‘ion’
Energi yang di beri
Akal
Karunia
Maka,
Beryukurlah
Di sana Ahmad DZ mencoba menyampaikan kalau akal yang merupakan energi yang di berikan Allah adalah karunia yang disyukuri. Dan jika kita benar-benar mensyukuri semua itu tentu kita akan memahami makna kemunculan Avatara atau nabi-nabi suci utusan tuhan yang bertugas menyampaikan firmannya. Dan tidak menentang hukum keseimbangan kosmik seperti yang dikatakan Ian Steward dalam bukunya Does God Play Dice ?The Matematics of Chaos (1993). Di sana Ian memandang bahwa, mengingkari tuhan sama halnya dengan melawan hukum keseimbangan kosmik, baik dalam skala besar maupun jagat kecil. Misalnya peristiwa Global Warming yang terjadi sekarang yang terjadi karena ulah manusia sendiri yang melawan jagat semesta sehingga ozon menjadi bolong dan sebagian es di kutub mulai mencari perlahan…perlahan…dan perlahan. Sehingga bukan tidak mungkin suatu saat nanti kita yang sok di daratan akan tenggelam dibuatnya.
Pandapat Steward ini yang mencoba melihat dari sisi ilmiah jagat semesta adalah untuk mengajak kita berfikir tentang bahaya melanggar keseimbangan kosmik. Jika keseimbangan kosmik terancam sudah tentu semua makhluk di muka bumi akan celaka. Bukankah Allah menyuruh kita untuk menjadi khalifah yang menjaga bumi untuk yang fana ini. Bagaimana mungkin kita bisa menjaga bumi sementara antara kita saling berbenturan Budaya dan saling mengutamakan ego. Sampai kapan kita bersipekak dalam hal ini. Kita adalah sama-sama makhluk tuhan yang di berikan akal. Kenapa kita menjadikan perbedaan itu sebagai permusuhan ? Sampai kapan kita mau menjadi anak haram dari budaya karena kita lahir membuat kekacauan. Budaya mengutuk kita…! Kenapa kita harus saling bertengkar [ FBI (Fron Pembela Islam) vs AAK-BB ( Aktivis Aliansi kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan)]. Apa tidak ada cara mempertemukan pendapat yang lebih baik dari anarkitis. Lalu apa artinya “Bineka Tunggal Ika itu ?” Haruskah kita tunggu kemurkaan Allah yang maha benar, baru kita sadar.
Rasul SAW tidak pernah menyuruh kita saling bantai…saling bertengkar…! Dan tidak ada orang yang menginginkan semua itu, kecuali orang-orang yang egois…picik…dan paling benar. Dan sampai kapan kita membiarkan penyakit “Sklerosis sok” paling benar di otak kita. Sampai kapan kita bisa bercanda dengan budaya Ibu kandung yang membesarkan kita sebagai muslim dengan tenang.
puisi
Juli 16, 2008
Bercermin di kaca kehidupan
Betapapun suramnnya langit sore ini
Itu bertanda kuasanya
Akan hujankah !
Hujan…
Aku suka sekali bila datang hujan
Hujan yang menyirami lahar panas bumi……
Ini adalah pagi yang cerah
Cerah sekali……
Membentang zambrud hijau hidupku
Hijau…
Aku suka sekali kehijauan
Hijau yang menandakan kehidupan
Ketika bayi mungil lucu girang menggeliat di pagi
Yang buta……
Asap ini adalah asap dari kematiannya
Ia kini benar – benar telah mati
Mati tanpa memandang tangisku…
…
Dia takkan bisa kembali
Aku berdiri di bukit yang tinggi
Ku pandangi wajah langit…
Akan tetap seperti dulu
Terik
Mendung
Petir
Cerah
Kabut
‘ akan slalu menghiasinya’
Dan aku akan terus hidup
Berjuang
Dan tetap setia
Memandangi langit hidupku
Padang, 7/16/2008
Angin kehidupan
Inikah udara yang akan kuhirup hari ini
Membekas pada kaca yang menjadikannya kusam
‘ Berembun ’
Dan ku bersihkan embunnya dengan tanganku
Tampak diluar sana kehidupan yang membara
Api…api…api…
Kebakaran…!
Lalu kuambil seember air kehidupan
Dan menyiram bara itu
Kini bara itu telah padam
Tapi masih menyisakan asap penyesalan
Suahhh…………………………….!!!!!
Uuh………
“ asap “
pergi………l
disapu angin kencang
+ + / – – / = …? ? ?
‘Hilang’
Bara api yang tersisa
Menjadi saksi
Akan keabadiannya yang mati
Lenyap bersama angin
Yang membawanya…
Padang, 16/07/2008
BUMI
Bumi,
Izinkan aku lebih dekat lagi denganmu
Menyentuhmu dan memelukmu
Agar kubisa merasakan deritamu
Yang menggema diberbagai penjuru mata angin
Bumi,
Izinkan aku lebih dekat lagi denganmu
Merasakan dan meresapimu
Agar aku bisa mendengar rintihanmu
Yang memecah tebing – tebing pantai
Bumi,
Izinkan aku lebih dekat lagi dengan mu
Merasakan kesat dan kelam mu
Agar aku bisa memahami
Dan mengerti perasaanmu
Padang, 19/07/2008
Mencari Obat Batuk Untuk Bumi
Dia yang datang dari jauh
Mengetuk pintu rumahku
Berteriak
memekik
Lalu aku dengan wajah gelisah
tanpa sempat bersisir dulu
Menyahut dan berlari membuka pintu
Meski aku masih mengantuk
Dengan pandangan sayu
Kulihat dia sangat lelah dan bercucuran keringat
…
Kucoba memahami
ku pandangi lekat – lekat
pria hitam kurus dari puncak gunung ural
( Jauh ya…!)
….
???
….
Ia berbalik memandangiku dengan tatapan tajam
Tatapan harap yang sangat
Aku benar – benar kasihan padanya
Mulutnya bergerak
Mengeluarkan bunyi
Nga’ jelas….
ia terbata – bata
maksudnya apa ? ? ?
ng….ng…
katanya: “ tolong…! sembuhkan bumi yang sedang batuk berat “
Apaan nich masuk telinga …!
…
( ku perhatikan langit…, nga’ ada petir…! )
‘ sadar ’
Sensori ku mulai bekerja
ZZZ…
( gnvfgrtyabcd )
Hah…!
Kok orang ini bisa sampai sini ?
Tadi naik apa ?
atau jalan kaki
mengembara
( naik turun gunung – melewati lembah – gurun – berenang di samudera )
Waduh…lupa !
“ jangan – jangan dia mata – mata / tahanan lepas / penghuni RSJ ”
Mungkin saja…
Hah…!
Lari……………
Padang, 16/07/2008
Kemana Ku Cari Diriku
Aku mencoba mencari diriku yang hilang
Di antara tumpukan piring
Tumpukan barang – barang rongsokan
Tumpukan keranjang sampah
Dan tumpukan benda – benda yang malas di lihat orang
Mungkin saja tertonggok di sana
Tapi…tetap saja nihil
Radar jiwaku mencoba bergerak
Ke tempat yang terasa asing bagiku
Kucoba untuk menyatu dalam kedipan
Yang tiba – tiba muncul
Jiwa ku terhanyut….
Aku terlepas ke bait itu
Dalam perjalanan ku temukan barang aneh
Dan aku tak mengenalnya
(yang pasti bukan serpihan Adam Air yang hilang)
Ku cermati lekat – lekat
Tiba – tiba saja ia tak sengaja terlepas olehku
Ia melantun –lantun dengan cepat
Ku tak punya kekuatan untuk mengejarnya
Sudahlah…
Itu tak masalah bagi ku
Ku rasa tuhan ingin mengingatkan ku!
Ini adalah jalan ku…!
Ruang yang mengurungku
m…
aku terkurung di dalam diri ku
“lebih baik aku mati dari pada kehilangan diri ku ”
Padang, 10/06/2008
Malam yang Mencekam
Malam ini aku terbangun lagi
Jarum itu
Bunyi itu
Membuatku tak bisa tidur
malam yang usil
Tik…tik…tik…
Dia begitu bersemangat berceloteh
tentang malam yang telah usai
Dan mengoceh: “Beberapa jam lagi akan datang pagi…!”
Dia begitu yakin mengatakan semua itu
Dia tak sadar kalau sebentar lagi ia akan berakhir
Ya…menit-menit itu
Tunggu saja…!!!
Kau akan merasakannya
‘Maut menggorok lehermu’
Ha..ha….ha…..
Kau takkan bisa selamat
Ceritamu berakhir dalam menit-menit menyayat itu
Kecuali kau memohon padaku
agar ku belikan baterai
Karena tanpa itu nyawamu terancam
Tapi itu takkan pernah terjadi…!
Karena kau angkuh
‘Sombong’
Kau hanya mau berkata tentang waktu
yang kian dekat
Berlalu
BerputaR….tar…..tar…..tar…..
Menepi…pi…pi…pi…
Ya, kau benar!!!
Jagat ini memang sudah tua
Borobudur memang telah lapuk
Menara pisa yang semakin condong
Ya, semuanya akan berakhir…
Tunggu saja masa itu!
Tik…tik…
Kau belum berhenti berdongeng
Bergumam lewat jarum kematian itu
Jarum yang meresahkan malam-malam berapi
Lalu siapa yang pantas disalahkan atas semua itu
Politik yang berantakan
Rakyat yang kelaparan
Budaya yang disapu air hujan
Sejarah yang berlumuran darah
Dunia yang dilanda resesi
Ada yang tidak beres dengan dunia
Dan waktu akan menjawab semua itu
Tik…
Padang, 24/06/2008
Tertawalah…!
Tertawalah pada pengemis yang lewat didepanmu
Tertawalah pada langit yang memberimu minum
Tertawalah pada wanita-wanita penjaja itu
Tertawalah pada api yang membakar rumahmu
Tertawalah pada sampah yang tertonggok didekat istana negara
Tertawalah pada anjing yang mengungung emas itu
Tertawalah…tertawalah…tertawalah…
Inilah hidup itu…!
Kita dibesarkan di keranjang sampah
Padang, 29/06/2008
MUSIM
Juli 14, 2008
Waktu…
Biarkan menjamah segala kesah
Seperti air yang membelai kekeringan
Mengharap pada salju tak kan pupus segala kesah
Hanya menambah kebekuan pada kerangka jiwa
waspadalah pada daun-daun yang dihempaskan angin muson
Biarkan musim ini menyuguhkan sarapan untukmu
Kenyang kan membuatmu bisa jalan dengan kuat
Menembus cahaya siang dan pekatnya malam
bercermin di kaca kehidupan
Mei 9, 2008
betapapun suramnya langit sore ini
tapi itu bertanda kuasanya
akan hujankah!
hujan ……………….
aku suka sekali bila ia datang
yang menyirami lahar panas bumi
ini adalah pagi hidupku cerah
kutatap
kuresapi
cerah………..
membentang indah zamrud hijau hidupku
hijau…………
aku suka sekali kehijauan
hijaunya kehidupan
dan melupakan kebakaran di kalimantan
ketika bayi mungil girang menggeliat di pagi yang buta
bahagialah langit!
asap ini adalah asap dari api kematiannya
ia kini benar-benar telah mati
mati tanpa memandang tangisku
dia takkan bisa kembali lagi
ku coba berdiri di bukit yang tinggi
kulihat wajah langit
akan tetap seperti dulu……….
bagiku
walaupun ozon sudah bolong ulah global warming
dan aku akan terus hidup
berjuang dan tetap setia
memandangi langit hidupku
Hello world!
Mei 9, 2008
Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!